Tentang Saya

BIODATA

  • Nama : Fahimatul Amira
  • Tempat Lahir : Padang
  • Tanggal Lahir : 13 Januari 2005
  • Motto Hidup: To be better

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

  • TK : TKI Ibnu Syam Kubang Putih
  • SD : SDI Ibnu Syam Kubang Putih
  • MTS : MTsS Diniyah Limo Jurai
  • MA : MAS Diniyah Limo Jurai

Abstrak

Makalah ini ditulis oleh Fahimatul Amira, NID/NISN: 131213060017200430/0051596419 dengan judul Penafsiran Surah Al-Baqarah Ayat 240—242, MAS Diniyah Limo Jurai, Sungai Pua, 2023, berisi 68 halaman.

Karya ilmiah ini membahas tentang penafsiran surah Al-Baqarah ayat 240—242. Batasan masalah dalam karya ilmiah ini adalah qawa’id tafsir, qawa’id lughah, dan fawaid ayat yang terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat 240—242. Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui qawa’id tafsir, qawa’id lughawi, dan fawa’id ayat surah Al-Baqarah ayat 240—242.

Proses penulisan karya ilmiah ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang menjadikan buku-buku, jurnal, atau artikel yang berkaitan dengan objek kajian sebagai rujukan. Penelitian ini menggunakan metode tahlili. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu dengan menelaah beberapa kitab tafsir yang berhubungan dengan pembahasan. Penulis menggunakan beberapa tafsir, di antaranya Tafsir Al-Maraghi, , Tafsir Al-Munir, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Tahrir wa Tanwir, Tafsir Bahrul Muhid, Tafsir Shafwatut , Tafsir Fathu Qadir, Fi Zilalil Qur’an, Tafsit At-Tabari. Selain kitab-kitab tafsir, penulis juga mengambil referansi dari jurnal dan buku yang berkaitan dengan masalah yang terdapat dalam ayat tersebut.

Hasil pembahasan yang dikemukakan dalam karya ilmiah ini, yaitu surah Al-Baqarah 240—242 termasuk ke dalam golongan madaniah. Penafsiran ayat 240 ini menjelaskan mengenai suami yang akan meninggal dunia diwajibkan untuk memberikan wasiat kepada istrinya selama setahun, terdapat pembahasan nasakh mengenai wasiat yang akan suami berikan dan masa idah istri yang ditinggal mati oleh suaminya. Ayat ini juga menjelaskan mengenai sikap keluarga suami yang ditinggalkan terhadap istri tersebut dan sikap istri ketika menjalani masa idah. Penafsiran ayat 240 terdapat pembahasan nasakh dan balagah tentang Majaz Mursal. Penafsiran ayat 241 menjelaskan anjuran dan kewajiban mut’ah (pemberian) kepada setiap istri yang ditalak. Penafsiran ayat 242 berisi penekanan mengenai cara Allah SWT dalam menjelaskan hukum-hukum yang telah Allah tetapkan bagi hamba-hamba-Nya. Hikmah yang diperoleh dari ayat ini adalah bukti kekuasaan Allah SWT dalam menetapkan dan menjelaskan hukum-hukum bagi hamba-hamba-Nya.

Pendahuluan

Latar Belakang Masalah

Bagian ini mengemukakan apa yang akan di bahas dari ayat yang sudah ditentukan untuk diambil faedahnya, dan bukan untuk mencari masalah yang harus dikaitkan dengan ayat.

Rumusan Masalah

Bagian ini menjelaskan pada ayat yang akan dilakukan penelitian. Rumusan masalah dirumuskan berdasarkan kepada ayat yang sudah ditentukan saja.

Tujuan Penelitian

Bagian ini memuat penjelasan tentang sasaran yang lebih spesifik dan hal yang menjadi tujuan penelitian.

Latar Belakang Masalah

Islam ialah tunduk kepada Allah SWT dan berserah diri hanya kepada-Nya, menegakkan hubungan antara manusia dengan Tuhannya atas dasar mendengar dan taat. Maka seharusnya setiap umat muslim mengikuti apa saja yang dikehendaki Allah, yakni mengerjakan segala perintah-Nya, menjauhi segala larangan-Nya, dan beribadah kepada-Nya. Penjelasan tentang ibadah sudah dijelaskan secara rinci oleh Allah SWT dan rasul-Nya dalam Al-Qur’an dan sunnah.

Al-Qur’an adalah sumber tasyri’ pertama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW bagi seluruh umatnya sebagai kunci untuk membuka wawasan akal umat Islam dalam memahami kehidupan. Al-Qur’an mengandung isi pokok yang lengkap dan kompleks. Adapun salah satu isi kandungan Al-Qur’an, yaitu perintah untuk melaksanakan ibadah. Berdasarkan isi pokok kandungan Al-Qur’an tersebut sudah jelas bahwa Al-Qur’an berfungsi sebagai landasan utama bagi umat Islam dalam menjalankan ibadah.

Segala bentuk sikap, perbuatan, dan perkataan manusia dalam menjalankan kehidupan di muka bumi telah diatur oleh Allah SWT dan rasul-Nya, mulai dari perkara dunia maupun perkara akhirat. Salah satu perkara dunia adalah menjalankan kehidupan pernikahan. Pernikahan merupakan peristiwa yang fitrah, tarbiyah, dan sarana paling agung dalam memelihara kontinuitas keturunan dan memperkuat hubungan antar sesama manusia yang menjadi sebab terjaminnya ketenangan, cinta, dan kasih sayang.

Namun, dalam menjalankan kehidupan pernikahan, manusia tidak terlepas dari segala bentuk problematika pernikahan. Ada kalanya senang dan adakalanya susah. Kehidupan pernikahan tidaklah selalu berjalan dengan baik, lancar, dan tentram, melainkan akan sangat banyak keluh kesah dalam menjalankannya, yang mana di sinilah Allah SWT menguji keimanan, dan ketaatan hamba-Nya, serta kesabaran hamba-Nya dalam menunaikan ibadah kepada Allah. Allah menguji hamba-Nya dengan berbagai macam bentuk dan kondisi, salah satunya kondisi-kondisi yang harus dihadapi secara praktis, yaitu suatu kenyataan yang harus diakui dan tidak dapat diingkari ketika terjadinya kehancuran di dalam rumah tangga yang mengakibatkan terjadinya perceraian atau meninggalnya pasangan hidup. Hal-hal tersebut pasti akan memengaruhi kehidupan ke depannya, baik salah satu dari pasangan tersebut atau keduanya.

Seorang istri yang ditinggal mati oleh suaminya pasti akan merasakan duka yang mendalam. Perjalanan meneruskan kehidupan selanjutnya tidaklah mudah, dia harus memikirkan bagaimana keadaan ke depannya. Ditambah lagi tidak adanya nafkah atau harta yang ditinggalkan oleh sang suami. Sebagaimana yang pernah terjadi pada zaman Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ishaq bin Hayyan, “Bahwasanya seseorang dari penduduk Thaif pergi ke kota Madinah bersama para anak laki-laki dan perempuannya, ia juga membawa kedua orang tua serta istrinya. Ia meninggal di kota Madinah, kabar tersebut terdengar oleh Rasulullah SAW, maka rasul memberikan warisan kepada orang tuanya dan anak-anaknya, akan tetapi ia tidak memberikan istrinya apa pun, hanya diperintahkan untuk memberikan nafkah kepada istri tersebut dari harta yang ditinggalkan oleh sang suami selama setahun.” Berdasarkan kisah tersebut, maka hendaklah suami memperhatikan apa yang akan ditinggalkannya untuk memenuhi kebutuhan istrinya setelah ia wafat.

Di sisi lain, seorang istri yang ditalak oleh suaminya tentu akan merasakan kesedihan, terlepas penceraian itu terjadi dengan cara yang baik ataupun tidak, sehingga diperlukannya sesuatu sebagai penghibur bagi istri tersebut atas talak yang diajukan suaminya kepada istri tersebut.

Baik istri yang ditinggal mati oleh suami ataupun yang ditalak memiliki waktu untuk menunggu. Waktu menunggu tersebut dinamakan dengan idah. Idah adalah saat penungguan bagi istri yang diceraikan atau ditinggal mati suaminya, guna mengetahui apakah ia mengandung atau tidak. Selama masa idah, ia tidak boleh menikah dengan lelaki lain dan harus menunggu sampai masa idahnya selesai.

Islam sebagai agama rahmatan lil ‘ aalamiin telah mengatur kehidupan dalam berumah tangga ini dengan segala perlindungan dan pertanggungan syari'at. Mengenai hal-hal tersebut, Islam memiliki solusinya yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunnah.

Mengenai istri yang ditinggal mati oleh suaminya dan tindakan yang harus suami lakukan terhadap istrinya serta berapa lama masa idahnya telah Allah SWT jelaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 240. Namun, sebagian besar ulama berpendapat bahwa ayat tersebut telah dinasakh dengan ayat yang lain, sehingga diperlukannya pengetahuan mengenai hal tersebut.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai keadaan dan sikap sang istri jika suaminya meninggal, lama masa idah yang harus dijalani, serta apa saja ketentuannya, sikap dan tindakan suami terhadap istrinya baik dalam keadaan sehat maupun menjelang kematiannya, dan apa yang harus suami berikan setelah menalak istrinya. Pembahasan ini akan penulis bahas lebih rinci dalam bentuk karya ilmiah yang berjudul “Tafsiran Surah Al-Baqarah Ayat 240—242”.

Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang pembahasan yang telah penulis kemukakan di atas, dapat dirumuskan hal-hal yang menjadi pokok permasalahan dari pembahasan ini, yaitu:

  • Bagaimana qawaid tafsir tentang surah Al-Baqarah ayat 240—242?
  • Bagaimana qawaid lughawiyah surah Al-Baqarah ayat 240—242?
  • Bagaimana fawaid surah Al-Baqarah ayat 240—242?

Tujuan Penelitian

1

Mengetahui qawaid tafsir tentang surah Al-Baqarah ayat 240—242.

2

Mengetahui qawaid lughawiyah surah Al-Baqarah ayat 240—242.

3

Mengetahui fawaid surah Al-Baqarah ayat 240—242.