Tentang Saya
BIODATA
-
Nama : Intan Nur'aini
-
Jenis Kelamin : Perempuan
-
Tempat Lahir : Bukittinggi
-
Tanggal Lahir : 28 Januari 2005
-
Moto Hidup : Bernafas Every Day
RIWAYAT PENDIDIKAN
-
TK : TKI Ibnu Syam
-
SD : SDI Ibnu Syam & SDN 03 Limo Suku
-
Tsanawiyah : MTSs Pondok Pesantren Diniyah V Jurai
-
Aliyah : MAS Pondok Pesantren Diniyah V Jurai
Abstrak
Karya Ilmiah ini disusun oleh Intan Nur’aini, NID/NISN 131213060017200432/0056002762, Judul: Penafsiran Surah Al-Baqarah Ayat 246―248, MAS Diniyah Limo Jurai, Sungai Pua, 76 hlm.
Masalah yang penulis bahas dalam karya tulis ini adalah tentang qawa’id tafsir, qawa’id lughawiyah, fawaid ayat surah Al-Baqarah ayat 246―248. Adapun tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui qawa’id tafsir, qawa’id lughawiyah, fawaid ayat surah Al-Baqarah ayat 246―248.
Dalam proses penelitian, penulis menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research). Jenis penelitian kepustakaan dengan mencari dan membaca buku-buku (literatur) yang berkaitan dengan permasalahan untuk meletakkan landasan teori.
Penelitian ini menggunakan metode tahlili. Langkah-langkah yang digunakan penelitian ini yaitu, dengan cara menelaah beberapa kitab tafsir yang berhubungan dengan pembahasan, diantaranya: T afsir Al-Munir, Tafsir Al-Maraghi, Tafsir Al-Quran Al-Azhim, Tafsir Al-Quran Al-Hakim, Aisaru At-Tafasir , Tafsir Al-Baghawi, Tafsir Al-Mishbah, Tafsir Al-Qurtubi, Tafsir Al-Kasyaf, Tafsir Shafwah At-Tafasir, Tafsir Al-Baidhawi, Tafsir At-Tahrir wa At-Tanwir.
Hasil pembahasan yang dikemukakan dalam karya ilmiah ini, yaitu menurut penafsiran para mufassir pada Surah Al-Baqarah ayat 246―248 terdapat beberapa kandungan, pertama, sikapbaniisrail yang pembangkang dan ingkar terhadap apa yang diwajibkan dan ditetapkanterhadapmereka. Kedua,jihad di jalan Allah membu tuhkan kesiapanfisik dan mental yang kuat. Ketiga, Surah Al-Baqarah ayat 246―248 menjelaskan bahwa kekuasaan bukan diwariskarn secara turun-temurun dan tidak ditentukan dengan kekayaan seseorang melainkan ditentukan dengan ilmu, agama, kecakapan, keterampilan, keakuatan kepribadian, dan keteguhan kemauan. Keempat, Surah Al-Baqarah ayat 246―248 menyampaikan bahwa kebaikan di tengah umat tidak akan pernah habis walau sebagian besar orang dalam umat ini berpaling dari kewajiban jihad. Sungguh Allah Maha Mengetahui siapa yang berbuat kezhaliman.
Pendahuluan
Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, melalui perantara Malaikat Jibril. Al-Qur’an mengandung beberapa pokok pembahasan, seperti ‘aqidah, ancaman, serta kisah-kisah. Diantaranya kisah penciptaan Nabi Adam AS, kisah Nabi Nuh AS yang berjuang mengislamkan keluarga dan kaumnya, termasuk kisah peperangan yang terjadi pada masa terdahulu, maupun yang terjadi pada masa Rasullullah SAW.
Kisah-kisah yang terdapat dan dituturkan di dalam Al-Qur’an, adalah untuk menjadi teladan dan nasihat, sebagaimana telah ditegaskan dalam firman Allah:
لَقَدْ كَانَ فِيْ قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُوْلِى الاَلْبَابِ
Artinya : “Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.”
Karena itu Al-Qur’an tidaklah sekali-kali menyebutkan suatu kisah atau cerita, kecuali kisah itu sendiri mengandung faedah dan pelajaran yang besar, dan sangat dibutuhkan. Pada Al-Qur’an pula dituturkan bahwa siapa saja yang menyeleweng dari ketentuan-ketentuan tersebut, maka ia pasti terjerumus pada jurang kehancuran.
Salah satu penyakit dasar yang dimiliki manusia adalah suka membantah dan banyak alasan untuk menghadirkan pembenaran atas segala kekurangan-kekurangan yang dia lakukan di dalam kehidupan. Sebagaimana firman Allah SWT :
وَلَقَدْ صَرَّفْنَا فِيْ هٰذَا الْقُرْاٰنِ لِلنَّاسِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍۗ وَكَانَ الْاِنْسَانُ اَكْثَرَ شَيْءٍ جَدَلًا
Artinya : “Dan sesungguhnya Kami telah menjelaskan berulang-ulang kepada manusia dalam Al-Qur'an ini dengan bermacam-macam perumpamaan. Tetapi manusia adalah memang yang paling banyak membantah.”
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa karakter manusia adalah suka membantah walaupun telah dijelaskan kepada mereka pelita (petunjuk) sudah disampaikan kepada mereka kebenaran dan hikmah, namun karakter mereka terkadang sulit untuk menerima masukan, sulit untuk menerima nasihat dan sulit sekali untuk meningkatkan kualitas diri, lalu mereka beralasan bermacam-macam dan suka membantah.
Diantara kisah masa lalu yang dipaparkan Al-Qur’an tentang karakter manusia ini adalah kisah suatu kaum dari kalangan Bani Israil yang diusir dari tanah airnya, dan bahkan anak cucu mereka tidak satupun ketinggalan, seluruhnya diusir secara paksa.
Kaum Bani Israil yang hidup pada masa Nabi Samuel AS. meminta kepada Nabi mereka agar Allah mengutus seorang raja untuk mereka sebagai pemimpin perang di jalan Allah. Nabi tersebut menanyakan keseriusan permintaan mereka yang terkesan aneh, karena lazimnya mereka sulit menerima perintah Allah, apalagi terkait perang. Mereka dengan fasih menjawab bahwa tidak ada alasan bagi mereka untuk tidak berperang karena mereka dan anak-anak mereka sudah diusir dari negeri mereka, yakni Palestina. Benar saja, setelah diwajibkan berperang, mereka berpaling kecuali sedikit saja yang ikut berperang.
Kemudian setelah Allah mengangkat Thalut sebagai Raja, mereka memprotesnya dengan alasan Thalut bukan orang kaya. Lalu Nabi mereka menjelaskan bahwa Allah yang memilih Thalut itu menjadi Raja dan telah diberikan padanya kelebihan ilmu dan kekuatan fisik. Hanya Allah lah yang menentukan kepada siapa dia berikan kerajaan-Nya, bukan menurut selera Bani Israil atau manusia-manusia sejenis yang berkarakter sama dengan mereka.
Kemudian Nabi mereka menjelaskan bahwa bukti keberkahan Raja Thalut ialah datangnya kembali Tabut yang diambil oleh para musuh mereka sebelumnya. Isi Tabut tersebut adalah lembaran ayat-ayat Allah yang membuat hati mereka tenang dan peninggalan keluarga Musa dan Harun yang dibawa oleh para Malaikat. Kembalinya Tabut itu sebagai bukti kekuasaan Allah untuk Bani Israil, jika mereka mau meyakininya.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk menguraikan serta menjelaskan secara rinci tentang permasalahan ini yang secara khusus terdapat di dalam surah Al-Baqarah ayat 246 — 248 dan didukung oleh pendapat para ahli di bidangnya dengan mengangkat judul “Penafsiran Surah Al-Baqarah Ayat 246 — 248”.