Tentang Saya
Biodata
-
Nama : Muhammad Ikhlas Salim
-
Tempat Lahir : Bukittinggi
-
Tanggal Lahir : 26 Februari 2005
-
jenis Kelamin : Laki-laki
-
Motto hidup : "Whatever dude"
Riwayat Hidup
-
TK : TK Al-Irsyad Bulaan Kamba
-
SD : SDN 12 Limo Suku
-
SMP : Pptq-Muallimin Pakan Sinayan
-
SMA : MAS Pondok Pesantren Diniyah Limo Jurai
Abstrak
Karya ilmiah ini disusun oleh Muhammad Ikhlas Salim, NID/NISN: 131213060017200438/0055185997, Judul: Penafsiran Surah Al-Baqarah ayat 215—216, MAS Diniyah Limo Jurai, Sungai Pua, 55 hal.
Masalah yang penulis bahas dalam karya tulis ilmiah ini adalah tentang qawa’id tafsir, qawaid lughawiyyah, fawaid ayat Surah Al-Baqarah ayat 215—216. Adapun tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui qawa’id tafsir qawa’id lughawiyyah, fawaid ayat Surah Al-Baqarah ayat 215—216.
Dalam prose penelitian, penulis menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research). Jenis penelitian ini bersumber dari buku-buku (literatur) yang berkaitan dengan permasalahan untuk meletakan landasan teori. Penelitian ini menggunakan metode tahlili. Langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu dengan cara menelaah beberapa kitab tafsir yang berhubungan dengan pembahsan ini, di antaranya: Balaghatul Qur’anil Karim Fil I’jazi, Tafsir Al-Munir, Al-Maraghi, Al-Wajiz, Al-Muyassar, An-Nuur, Al-Misbah, Fathul Qadir, Ayaat Al-Ahkam, Al-Qurthubi, Shofwah At-Tafaasir, Tafsir Imam Syafi’I, dan Tafsir Ath-Thabari.
Hasil pembahasan yang dikemukakan dalam karya ilmiah ini adalah penjelasan bahwa harta yang diinfakkan merupakan harta yang halal, harta yang berkepemilikan penuh, harta yang bermanfaat, dan harta yang berlebih atau di luar kebutuhan. Harta yang memenuhi syarat tersebut diinfakkan kepada yang membutuhkan baik yang dekat maupun yang jauh, namun dengan mengutamakan orang terdekat terlebih dahulu, setelah itu barulah ke orang yang jauh, setiap amalan baik pasti Allah ketahui dan Allah akan melipatgandakan balasannya. Lalu dilanjutkan dengan pembahasan perang yang mana perang itu adalah sesuatu yang dibenci, namun janganlah kaum muslim dengan ketidaktahuan mereka tentang sebuah kebaikan yang terkandung dalam sebuah perkara, membuat mereka mencintai sesuatu yang dibenci dan tidak bermanfaat, dan membenci sesuatu yang mengandung kebaikan dan manfaat bagi kaum muslim. Seluruh perkara yang Allah perintahkan itu mengandung kebaikan sedangkan perkara yang dilarang Allah pasti buruk dan tidak bermanfaat, maka wajib untuk melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Pendahuluan
Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an adalah sebuah kitab petunjuk bagi manusia yang menyeru kepada jalan kehidupan yang benar sehingga manusia mampu meraih kebahagiaan, kebajikan, dan kedamaian hidup di dunia . Bagi orang yang menyeru kepada yang benar (orang muslim), Al-Qur’an adalah kitab suci yang diagungkan dan dihormati, bukan saja karena ia adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada rasul-Nya yang terakhir, tetapi ia juga merupakan pedoman way of life bagi mereka. Al-Qur'an membahas berbagai masalah di daamnya, seperti pernikahan, dan juga harta serta perperangan.
Harta merupakan bagian penting dari kehidupan yang tidak bisa dipisahkan dan selalu diupayakan oleh manusia dalam kehidupannya. Akan tetapi, banyak manusia yang diberi Allah harta lebih banyak dari manusia lain, tetapi mereka malah menggunakan dan menyimpan harta itu untuk kepentingan sendiri. Mereka menggunakannya untuk sesuatu yang tidak bermanfaat, dan bahkan menghambur-hamburkannya. Sebagaimana firman Allah SWT yang berbunyi:
ٰٓاَيُّهَا الَّذِينَ اٰمَنُوْٓا اِنَّ كَثِيْرًا مِّنَ الْاَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُوْنَ اَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗوَالَّذِيْنَ يَكْنِزُوْنَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُوْنَهَا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۙفَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ اَلِيْمٍۙ
Artinya: “Wahai orang-orang beriman! Sesungguhnya banyak dari orang-orang alim dan rahib-rahib mereka benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang bathil, dan (mereka) menghalang-halangi (manusia) di jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih.” (At-Taubah, (9):34)
Allah memberikan harta-Nya dalam rangka agar manusia menggunakan itu bukan untuk diri mereka sendiri, namun mereka juga menginfakkannya kepada orang lain agar dapat dimanfaatkan oleh mereka. Orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah orang-orang yang mencari rahmat dan ampunan dari-Nya. Orang- orang itu menginfakkan hartanya di jalan Allah agar mereka masuk ke dalam surga-Nya Allah SWT.
Setelah dijabarkan pembahasan tentang pengorbanan dengan harta yang belum terlalu menguji iman mereka, maka pembahasan selanjutnya berisi tentang pengorbanan yang menguji iman mereka dan pengorbanan yang paling tinggi derajatnya di sisi Allah, yaitu pengorbanan dengan nyawa atau berperang. Perintah berperang telah diturunkan oleh Allah SWT. Perintah ini turun di Madinah di saat kaum muslim menderita. Namun, mereka diperintahkan untuk memaafkan, berlapang dada karena Islam pada waktu itu baru tumbuh. Setelah kaum Muhajirin mendapat bantuan dari kaum Anshar di Madinah, barulah Islam di Madinah mulai tumbuh dan berkembang pesat. Tetapi pihak musuh tidak tinggal diam. Semakin besar pengaruh Islam di Madinah, semakin besar juga kemurkaan dan kebencian pihak musuh itu. Saat pertumbuhan Islam telah menjadi kekuasaan besar, kekuasaan ini mesti dipertahankan walau dengan cara berperang dan kekerasan. Sebab itu, Allah mengizinkan berperang. Sebagaimana firman Allah SWT yang berbunyi:
أُذِنَ لِلَّذِيْنَ يُقَاتَلُوْنَ بِاَنَّهُمْ ظُلِمُوْاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ عَلٰى نَصْرِهِمْ لَقَدِيْرٌ
Artinya: “Telah diizinkan (Berperang) bagi siapa yang diperangi karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar maha kuasa menolong mereka itu.” (Al-Hajj, (22):39)
Pada dasarnya perang itu adalah sesuatu yang tidak disukai. Berperang itu membutuhkan penggunaan dan pengorbanan harta, tenaga, dan pikiran yang besar. Sedangkan, fitrah manusia adalah bakhil. Akan tetapi, bisa jadi kamu tidak menyukai sesuatu ternyata itu adalah sesuatu yang baik bagimu. Sebagaimana orang sakit meminum obat yang pahit, dia tidak suka dan tidak ingin meminum obat itu, tetapi untuk kesembuhannya, dia mesti meminum obat yang pahit itu. Artinya, perang itu berat, menyulitkan, dan tidak disukai, tapi perang itu membawa kemenangan, keberuntungan atas musuh, penguasaan atas negeri, pahala, dan harta benda. Begitupun sebaliknya, jika tidak suka berperang, suka yang tentram-tentram saja, sedangkan musuh sudah mengepung di sekeliling kota, berdiam diri tidak ingin berperang berarti menyerahkan negeri kepada musuh, membuat musuh menang atas kaum muslim, dan membiarkan mereka menghina agama Allah SWT.
Sebagaimana yang ada dalam ajaran Islam, bahwa kita diperintahkan untuk berinfaq dan berperang. Namun, apa yang harus diinfakkan dan kepada siapa harus diinfakkan; mengapa harus berperang; mengapa tidak boleh berlebihan dalam menyukai atau membenci sesuatu. Inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam dan komprehensif sesuai pernyataan Al-Qur’an.
Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan di atas, penulis tertarik menguraikan lebih rinci serta menjelaskan permasalahan tersebut dalam bentuk karya ilmiah dengan judul “Penafsiran Surah Al-Baqarah Ayat 215—216”.