Tentang Saya
Biodata
- Nama Lengkap : Rahmat iqbal
- Tempat Lahir : Batu Hampar
- Tanggal Lahir : 26 Mei 2005
- Jenis Kelamin : Laki-Laki
- Moto Hidup : Manusia itu seperti sampah
Biodata
- TK : TK Diniyah Limo Jurai
- SD : SDN 18 Tangah Koto
- MTS : Pondok Pesantren Diniyah Limo Jurai
- MA : Pondok Pesantren Diniyah Limo Jurai
- Perguruan Tinggi : Madinah
Abstrak
KaryaIlmiah ini disusun oleh Rahmat Iqbal, NID/NISN 131213060017200452/0057300101, Judul: Penafsiran Surah Al-Baqarah Ayat 230-231, MAS Diniyah Limo Jurai, Sungai Pua, 2023, 67 hlm.
Masalah yang penulis bahas dalam karya tulis ini adalah tentang qawa’id tafsir, qawa’id lughawiyah, fawaid ayat surah Al-Baqarah ayat 230—231. Adapun tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui qawa’id tafsir, qawa’id lughawiyah, fawaid ayat surah Al-Baqarah ayat 230—231.
Dalam proses penelitian, penulis menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research). Jenis penelitian kepustakaan dengan mencari dan membaca buku-buku (literatur) yang berkaitan dengan permasalahan untuk meletakkan landasan teori dan dalam melakukan analisa pembahasan.
Penelitian ini menggunakan metode tahlili. Langkah-langkah yang digunakan penelitian ini yaitu, dengan cara menelaah beberapa kitab tafsir yang berhubungan dengan pembahasan, diantaranya:Tafsir Al-Munir, Tafsir Al-Maraghi, Tafsir Al-Quran Al-Azhim, Tafsir Fathul Qadir, Tafsir Ibnu Katsir, Aisaru At-Tafasir, Tafsir Al-Baghawi, Tafsir Al-Mishbah, Tafsir Al-Muyassar. Tafsir Jalalain, Tafsir Shafwatu At-Tafasir, Tafsir At-Thabari, Tafsir Mawardi, Tafsir An-Nur, Tafsir Ayat Ahkam.
Hasil pembahasan yang dikemukakan dalam karya ilmiah ini, yaitu menurut penafsiran para mufassir pada surah Al-Baqarah ayat 230—231 terdapat beberapa kandungan, pertama, Surah Al-Baqarah ayat 230 membahas mengenai hal-hal yang timbul akibat talak tiga, yaitu jika seorang suami menalak istrinya setelah talak yang kedua (talak tiga) maka ia tidak berhak lagi atas istrinya sampai sang istri menikah dengan suami yang lain dengan nikah yang sah. Kedua, Surah Al-Baqarah ayat 231 berisi tentang kewajiban suami terhadap istri yang ditalak talak tiga, yaitu seorang suami harus memilih antara merujuk istrinya atau melepaskanya setelah menjatuhkan talak kepada istrinya.
Pendahuluan
Latar Belakang Masalah
Bagian ini mengemukakan apa yang akan di bahas dari ayat yang sudah ditentukan untuk diambil faedahnya, dan bukan untuk mencari masalah yang harus dikaitkan dengan ayat.
Rumusan Masalah
Bagian ini menjelaskan pada ayat yang akan dilakukan penelitian. Rumusan masalah dirumuskan berdasarkan kepada ayat yang sudah ditentukan saja.
Tujuan Penelitian
Bagian ini memuat penjelasan tentang sasaran yang lebih spesifik dan hal yang menjadi tujuan penelitian.
Latar Belakang Masalah
Sesungguhnya Allah SWT meletakkan kebahagian hidup di dunia dan di akhirat dengan mengamalkan agama Islam secara sempurna. Allah mengutus seorang Rasul-Nya yang mulia, yaitu Nabi Muhammad SAW untuk mengajarkan agama, dengan menurunkaan Al-Qur’an kepada-Nya sebagai pedoman hidup dan rahmat bagi umat akhir zaman, di samping juga sunnah beliau. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an :
وَلَقَدْ جِئْنَاهُمْ بِكِتَابٍ فَصَّلْنَاهُ عَلَى عِلْمٍ هُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (52)
Artinya: “Dan Sesungguhnya kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al Quran) kepada mereka yang kami Telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. ”(Q. S Al-A’raf [7]:52)
Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT yang diturunkan-Nya melalui perantara Malaikat Jibril ke dalam hati Rasulullah Muhammad bin Abdullah dengan lafaz berbahasa arab dan makna-maknanya yang benar, supaya menjadi hujjah atas kerasulannya, menjadi undang-undang (pedoman) bagi manusia yang mengikuti petunjuknya, dan menjadi sarana pendekatan diri dan bernilai ibadah dengan membacanya . Sebagai pedoman bagi manusia, Al-Qur’an memberi petunjuk tentang bagaimana menjalani kehidupan, baik hubungan dengan Allah SWT ( حبل من الله) seperti aqidah dan ibadah maupun hubungan antar manusia ( حبل من الناس) seperti mu’amalah, jinayat termasuk munakahat atau tata cara kehidupan pernikahan.
Pernikahan dalam perspektif hukum Islam dibangun untuk mewujudkan rumah tangga bahagia, tenteram dan saling mengisi, dan menunaikan hak dan juga kewajiban secara berimbang. Dalam perspektif hukum fikih Islam, rumah tangga bahagia menjadi salah satu bagian penting dan menjadi tujuan utama dilaksanakannya perkawinan. Hal ini telah Allah SWT sebutkan dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (21)
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya adalah Dia (Allah) menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir. ( QS. Al-Rum [30] : 21)
Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa Allah SWT menjadikan dan memberikan pada pasangan suami istri berupa kebahagiaan, kasih dan sayang (sakinah, mawaddah, dan rahman). Rumah tangga bahagia dapat terwujud secara baik apabila masing-masing pasangan nikah saling memahami, hubungan perkawinan dibangun di atas komunikasi yang baik, dan mengetahui sekaligus melaksanakan hak dan kewajiban terhadap pasangan maupun hak dan kewajiban secara bersama dalam rumah tangga. Namun kenyataannya, tidak semua rumah tangga terbina dengan baik dan berjalan secara mulus, aman dan tentram sepanjang masa, dan terkadang berakhir dengan perceraian. Banyak pasangan nikah yang berakhir dengan perceraian atas dasar permasalahan yang sepelehingga masalah besar. Artinya, bercerai menjadi pilihan utama untuk sebagian pasangan yang sudah tidak ada kecocokan.
Perceraian terjadi biasanya karena masing-masing suami istri tidak lagi saling berkomunikasi, tidak memiliki kesamaan-kesamaan persepsi membangun bahtera rumah tangga ke arah yang lebih baik. Perceraian memang bukan menjadi pilihan terbaik bagi suamiistri yang mengikat tali suci pernikahan. Hanya saja, dalam kondisi-kondisi yang sangat sempit lagi mendesak maka Islam membolehkan suami mengambil pilihan untuk menceraikan istrinya melalui proses talak sesuai dengan ketentuan Allah SWT. Disyariatkannya talak ini telah disebutkan dalam ketentuan Al-Qur’an sebagai berikut:
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ لَا تَدْرِي لَعَلَّ اللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَلِكَ أَمْرًا (1)
Artinya: “Wahai Nabi! Apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar), dan hitunglah waktu iddah itu, serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumahnya danjanganlah (diizinkan) keluar kecuali jika mereka mengerjakan perbuatan keji yang jelas. Itulah hukum-hukum Allah, dan barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, maka sungguh, dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali setelah itu Allah mengadakan suatu ketentuan yang baru. ”( QS. Al-Thalaq [65] : 1. )
Akar kata dari thalhq adalah al-ithldq, artinya melepaskan ataumeninggalkan. Anda berkataأطلقتُ الأسيرartinya aku telah melepaskanatau membebaskan tawanan, jika memang anda melepaskan danmembebaskannya. Dalam syariat Islam, talak artinya melepaskan ikatanpernikahan atau mengakhirinya. Dalam kitab lain talak secara bahasa talak berarti pemutusan ikatan. Sedangkan secara istilah, talak berarti pemutusan tali perkawinan.
Mengenai hukum talak, para ulama fikih berbeda pendapat. Di antara mereka ada yang melarang melakukan talak kecuali jika disertai dengan alasan yang dibenarkan (syari’at). Bercerai merupakan bagian dari pengingkaran atas nikmat Allah SWT, karena pernikahan adalah salah satu nikmat Allah SWT, sementara mengingkari nikmat Allah SWT hukumnya adalah haram.
Talak terbagi menjadi beberapa macam, yaitu talak sunnah, talak bid’ah, talakraj’ī, talakbā’in, dan sebagainya. Jika dilihat dari segi dapat dirujuk atau tidaknya, talak terbagi menjadi dua, yaitu talakraj’ī dan talak bā’in. Talakraj’ī, yaitu talak dimana suami dapat kembali kepada istrinya (ketika masih dalam masa ‘iddah) tanpa perlu melakukan pernikahan baru. Talak jenis ini adalah talak satu dan dua. Sedangkan talakbā’inyaitu talak dimana suami tidak dapat kembali kepada istrinya tanpa melakukan pernikahan baru . Talak jenis ini adalah talak tiga. Talak bā’inatau talak tiga jarang terjadi di masyarakat, namun kenyataannya banyak masyarakat yang tidak tahu bagaimana sebenarnya talak tiga ini, bahkan ada yang rujuk setelah talak tiga sebagaimana rujuk pada talak satu dan dua. Atau memeritahkan seseorang untuk menikahi mantan istrinya dengan syarat dia tidak boleh menggaulinya. Lantas bagaimana pandangan Islam mengenai masalah ini?.
Sari Rahayu Oktarianidalam salah satu penelitiannya “Praktek Rujuk Talak Tiga Di Desa Muara Karang Kecamatan Pendopo Kabupaten EmpatLawangDitinjau Dari Hukum Islam Dan Hukum Positif”menuliskan bahwa di Desa Muara Karang masih banyak terdapat kasus rujuk talak tiga, padahal masyarakat di sana adalah masyarakat yang tergolong taat beragama dan penduduknya 100% beragama Islam, yang mana harusnya mereka menaati aturan-aturan atau batasan-batasan hukum talak tiga tersebut, akan tetapi realitanya berbanding terbalik banyak masyarakat disana melakukan rujuk sebagaimana rujuk pada talak satu dan dua, padahal sudah jatuh talak tiga yang mana harusnya tidak boleh lagi melakukan rujuk tersebut, tanpa mengikuti aturan Agama Islam itu sendiri.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk membahas dan menguraikan lebih lanjut permasalahan mengenai talak tiga dalam bentuk karya ilmiah dengan judul “Penafsiran Surah Al-Baqarah Ayat 230-231. ”
Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan di atas, dapat dirumuskan hal-hal yang menjadi pokok permasalahan dari pembahasan ini, yaitu:
- Bagaimana qawa’id tafsir surat Al-Baqarah ayat 230-231?
- Bagaimana qawa’id lughah surat Al-Baqarah ayat 230-231?
- Bagaimana fawaid ayat surat Al-Baqarah ayat 230-231?
Tujuan Penelitian