Tentang Saya
Biodata
-
Nama Lengkap : Rian Alfiananda
-
Tempat Lahir : Bukittinggi
-
Tanggal Lahir : 27 Maret 2005
-
Jenis Kelamin : Laki-laki
-
Motto Hidup : Terus Hidup ASTAGHFIRULLAH...
Riwayat Pendidikan
-
TK : Ibnu Syam
-
SD : Ibnu Syam
-
MTS : Pondok Pesantren Diniyah Limo Jurai
-
MA : Pondok Pesantren Diniyah Limo Jurai
-
Perguruan Tinggi : Universitas Islam Dunia
Abstrak
Karya Ilmiah ini disusun oleh Rian Alfiananda, NID/NISN 131213060017220453/0058580679. Karya ilmiah ini berjudul Penafsiran Surah Al-Baqarah Ayat 233, di MAS Diniyah Limo Jurai, Sungai Pua, 2023, berisi 47 hal.
Masalah yang dibahas dalam karya ilmiah ini adalah bagaimana penafsiran para mufassirin tentang Surah Al-Baqarah ayat 233? Batasan masalah dalam karya ilmiah ini adalah Qawaid Tafsir, Qawaid Lughawiyah dan Fawaid-Fawaid ayat yang terdapat dalam Surah Al-Baqarah ayat 233.Adapun tujuan penulisan makalah ini untuk untuk mengetahui penafsiran para mufassirin tentang Surah Al-Baqarah ayat 233.
Dalam proses penelitian, penulis menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research). Jenis penelitian kepustakaan dengan mencari dan membaca buku-buku (literatur) yang berkaitan dengan permasalahan untuk meletakkan landasan teori.Penelitian ini menggunakan metode tahlili.Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu, dengan mengumpulkan tafsir-tafsir yang berkaitan dengan masalah pembahasan, dan penulisan makalah ini dengan cara menelaah beberapa kitab tafsir yang berhubungan dengan pembahasan, diantaranya: Tafsir Al-Maraghi, , Tafsir Al-Misbah, Tafsir Al-Munir,Tafsir Al-Jalalain, Tafsir Al-Qurthubi, Tafsir Ibnu Abbas, Shafwah At-Tafasir, Aisarut Tafasir, Tafsir Muyassar.
Hasil pembahasan yang dikemukakan dalam ayat ini adalah penjelasan bahwa menyusui anak adalah kewajiban setiap ibu, maupun sudah ditalak maupun tidak ditalak selama dua tahun penuh, dan kewajiban itu hanya dibebankan bagi ibu yang ingin menyempurnakan masa penyusuannya, dan memberi nafkah, menanggung kebutuhan sandang dan pangan dan memenuhi kebutuhan apapun yang dibutuhkan selama masa penyusuan dengan ma’ruf adalah kewajiban seorang ayah,ahli warispun memiliki kewajiban sebagaimana kewajiban ayah, maupun ayah masi hidup ataupun sudah wafat, dan segala kebutuhan yang dibutuhkan anak jangan sampai menyusahkan dan membuat derita dan kesengsaraan bagi orang tuanya, dan jugamenyapih anak sebelum dua tahun dengan dasar musyawarah dan kesepakatan antara kedua orang tua adalah perbuatan yang diperbolehkan dan tidak menimbulkan dosa serta menyusukan anak ke orang lain dengan dasar musyawarah dan kesepakatan antara kedua orang tua adalah perbuatan yang diperbolehkan dan tidak menimbulkan dosa jika memberi pembayaran kepada pengganti ibu dengan cara yang ma’rufagar terjaganya kemaslahatan anak.
Pendahuluan
Latar Belakang Masalah
Allah SWT memberikan rezeki kepada manusia berupa tempat tinggal, pakaian, makanan dan minuman yang bergizi. Gizi dan asupan makanan memiliki peran yang besar dalam meningkatkan dan mempertahankan kesehatan seseorang. Dengan demikian, Al-Qur’an memberikan petunjuk mengenai pentingnya memperhatikan pola dan jenis makanan dalam pemeliharaan kesehatan sejak masa-masa awal manusia lahir ke dunia (pasca kelahiran). Ketika masa bayi, asupan gizi didapat melalui proses menyusui. Menyusui adalah suatu proses yang alami, dimana seorang Ibu memberikan makanan pada bayi Air Susu Ibu (ASI) secara langsung dari payudaranya. Proses menyusui ini berlangsung selama lebih kurang 2 tahun.
Menyusui anak dengan ASI mempunyai manfaat yang sangat banyak. Diantaranya ASI mengandung kadar gizi sangat tinggi, juga membantu bagi proses pertumbuhan fisik dan jiwa anak. ASI dapat menjadi penawar benih-benih penyakit yang ada pada tubuh anak secara sempurna, mengandung berbagai kadar protein yang dibutuhkan tubuh, ASI juga mampu mengusir derita dan kesedihan anak dalam menciptakan ketenangan dalam jiwa .
Selain itu Al-Qur’an juga telah menjelaskan tentang kewajiban seorang ibu untuk menyusui anaknya.sesuai dengan firman Allah SWT QS. Al-Qashas [28] ayat 7:
وَاَوْحَيْنَآ اِلٰٓى اُمِّ مُوْسٰٓى اَنْ اَرْضِعِيْهِ ۚفَاِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَاَلْقِيْهِ فِى الْيَمِّ وَلَا تَخَافِيْ وَلَا تَحْزَنِيْ ۚاِنَّارَاۤدُّوْهُ اِلَيْكِ وَجَاعِلُوْهُ مِنَ الْمُرْسَلِيْنَ
Artinya: “Kami mengilhamkan kepada ibu Musa, “Susuilah dia (Musa). Jika engkau khawatir atas (keselamatan)-nya, hanyutkanlah dia ke sungai (Nil dalam sebuah peti yang mengapung).Janganlah engkau takut dan janganlah (pula) bersedih.Sesungguhnya Kami pasti mengembalikannya kepadamu dan menjadikannya sebagai salah seorang rasul.”
Ayat di atas berisi tentang perintah Allah SWT kepada Ibu Nabi Musa untuk tetap menyusuinya dalam keadaan apapun,serta menjelaskan bahwa menyusui anak merupakan fitrah yang melekat dalam diri seorang ibu.
Dalam proses menyusui sering terjadi kendala-kendala yang menyebabkan tidak terpenuhi kebutuhan bayi, atau bahkan terjadi kegagalan yang disebabkan karena timbulnya beberapa masalah,baik masalah pada ibu, maupun pada bayi.Banyak faktor yang memengaruhi kegagalan menyusui, pertama adalah faktor Pendidikan ibu yang kurang tentang ASI. Kedua,karena puting susuibu lecet atau ibu mempunyai penyakit menular sehingga tidak bisa menyusui anaknya. Ketiga, karena banyaknya iklan promosi susu formula, yang menjadikan ibu tidak lagi menyusuibayinya.Selain itu, disebabkan juga karena kesibukan ibu, banyak ibu yang menghentikan memberi ASI karena ibu harus bekerja.
Berbagai kegagalan dalam proses menyusui ini tidak terlepas dari tidak bertanggung jawabnya seorang suami dalam menafkahi istri dan anaknya.Padahal sudah jelas bahwa kewajiban suami adalah memberi nafkah kepada anak dan istrinya.Sesuai dengan firman Allah SWTQS.At-Talaq [65] ayat 7:
لِيُنْفِقْ ذُوْ سَعَةٍ مِّنْ سَعَتِهِۗوَمَنْقُدِرَعَلَيْهِرِزْقُهُفَلْيُنْفِقْمِمَّآاٰتٰىهُاللّٰهُۗلَايُكَلِّفُاللّٰهُنَفْسًا اِلَّا مَآ اٰتٰىهَاۗ سَيَجْعَلُ اللّٰهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُّسْرًاࣖ
Artinya: “Hendaklah orang yang lapang (rezekinya) memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang disempitkan rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari apa (harta) yang dianugerahkan Allah kepadanya. Allah tidak membebani kepada seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang dianugerahkan Allah kepadanya. Allah kelak akan menganugerahkan kelapangan setelah kesempitan.”
Ayat diatas menjelaskan bahwa memberi nafkah adalah kewajiban bagi yang lapang rezeki.Dalam hal ini yang dimaksud adalah seorang suami.Maka dia memiliki kewajiban untuk memberi nafkah kepada yang memiliki hak untuk mendapat nafkah, yakni anak dan istrinya.Sehingga istrinya bisa fokus untuk merawat anaknya, terkhususnya menyusuinya tanpa adanya halangan dan tekanan apapun.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik menulis sebuah karya ilmiah dengan mengangkat judul Penafsiran Surah Al-Baqarah Ayat 233.