Tentang Saya

BIODATA
Nama Lengkap Ulfa Muthia Tempat Lahir Bukittinggi Tanggal Lahir 30 November 2004 Agama Islam Pekerjaan Pelajar Jenis Kelamin Perempuan Alamat Kampuang I Pincuran Lubuak Kapalo Koto Sungai Pua
-
2009-2010: TK Tunas Harapan
-
2010-2016: SDN 04 Kapalo Koto
-
2016-2019: MTs.S Diniyah Limo Jurai
-
2019-2022: MAS Diniyah Limo Jurai
Abstrak
Ulfa Muthia, NID/NISN 131213060017190415/0042878455, Judul: Penafsiran Surah Al-Baqarah Ayat 198—202, Pondok Pesantren Diniyah Limo Jurai, Sungai Pua, 2022, 60 hlm.
Masalah yang penulis bahas dalam karya tulis ini adalah tentang penafsiran surah Al-Baqarah ayat 198—202. Adapun tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui penafsiran surah Al-Baqarah ayat 198—202. Proses penelitian mengunakan jenis penelitian kepustakaan (library research), yaitu dengan mencari dan membaca buku-buku (literatur) yang berkaitan dengan permasalahan.
Penelitian ini menggunakan metode tahlili. Langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu dengan cara menelaah beberapa kitab tafsir yang berhubungan dengan pembahasan. Penulis menggunakan beberapa tafsir, di antaranya; Tafsir Al-Munir, Tafsir Al-Maragi, Tafsir Al-Misbah, dan kitab tafsir lainnya.
Adapun ayat 198 ini turun karena pada saat musim haji orang-orang yang memiliki usaha berdagang menutup toko mereka lantaran takut perbuatan berdagang di musim haji itu haram, karena itulah ayat ini turun sebagai bantahan kepada orang-orang yang sedang melaksanakan ibadah haji; boleh berniaga, asalkan niat yang utama itu adalah beribadah kepada Allah SWT, bukan semata-mata berniaga saja
Adapun ayat 199 ini turun karena perbuatan pada masa jahiliyyah yang percaya terhadap leluhur (nenek moyang) sehingga pada saat melaksanakan haji mereka membeda-bedakan orang berdasarkan kedudukannya, dan mereka tidak mau bergabung bersama yang lain yang bertolak dari Arafah ke Muzdhalifah.
Ayat 200—202, Allah memerintahkan kepada orang-orang yang telah selesai melaksanakan haji seharusnya tidak menyombongkan diri atau keluarganya karena telah selesai melaksanakan ibadah haji, dan bermegah-megah sehingga melupakan Allah SWT dan hanya mengingat Allah SWT pada saat melaksanakan haji saja. Oleh karena itulah, dalam ayat ini Allah SWT memerintahkan untuk selalu berzikir kepada-Nya.
Pendahuluan
Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan malaikat Jibril sebagai rahmat yang tidak ada tandingannya bagi alam semesta. Al-Qur’an juga sebagai kitab suci terakhir diturunkan yang isinya mencakup segala pokok-pokok syari’at yang terdapat dalam kitab-kitab sebelumnya. Di dalamnya terkumpul firman Allah SWT yang menjadi petunjuk, pedoman, dan pelajaran bagi siapa yang mempelajari dan mengamalkannya.
Al-Qur’an sebagai pedoman hidup bagi kaum muslimin sendiri telah, sedang, dan akan selalu ditafsirkan. Al-Qur’an memberikan kemungkinan-kemungkinan arti yang tidak terbatas. Dengan demikian, Al-Qur’an selalu terbuka untuk interpretasi baru, tidak pernah pasti dan tertutup dalam interpretasi tunggal. Ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya bersifat universal ditujukan kepada seluruh umat manusia untuk sepanjang masa, karena hukum Al-Qur’an tetap bersifat fleksibel dan elastis untuk segala masa dan tempat.
Peranan Al-Qur’an sangat penting, karena itulah Al-Qur’an mengandung isi pokok yang lengkap dan kompleks, seperti permasalahan akidah, mu’amalah, hukum, sejarah, akhlak, ilmu pengetahuan, dan ibadah. Allah SWT berfirman:
“Dan sungguh, kami telah mendatangkan kitab (Al-Qur’an) kepada mereka yang kami jelaskan atas dasar pengetahuan, sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”. : Artinya
Ibadah merupakan suatu sebutan yang mencakup tentang seluruh apa yang dicintai dan diridai Allah SWT, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Ibadah terbagi atas ibadah hati (qalbiyah) seperti rasa takut (khauf), cinta (muhabbah), pengharapan (raja’), dll.; ibadah lisan (lisaniyah) seperti zikir, tasbih, tahmid, takbir, dll.; dan ibadah anggota badan (‘amaliyah) seperti zakat, jihad, shalat, haji, dll..
Salah satu bentuk ibadah ‘amaliyah adalah melaksanakan ibadah haji. Haji merupakan perjalanan menuju Mekkah dengan tujuan untuk melaksanakan thawaf, sa’i, wukuf (bermalam) di Arafah, dan beberapa ibadah lain sebagai bentuk pemenuhan atas perintah Allah SWT, dan demi mendapatkan ridha-Nya. Haji termasuk rukun Islam kelima yang harus dilaksanakan oleh umat Islam yang baligh, berakal, serta mampu. Allah SWT berfirman:
Artinya : “. . . mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”.
Ibadah haji sebagai salah satu rukun Islam memiliki banyak persyaratan dan ketentuan yang harus dilakukan, dipenuhi, termasuk apa saja yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan saat melaksanakan haji. Begitu pula dengan anjuran-anjuran yang dilakukan pada saat dan sesudah haji. Oleh karena itu, banyak mucul permasalahan, pertikaian, dan perbedaan pendapat di kalangan orang-orang mukmin. Permasalahan haji yang banyak menjadi perdebatan dapat berupa berniaga saat melaksanakan haji, perbedaan tempat bertolak (wukuf), dan ketentuan yang seharusnya dilakukan setelah pelaksanaan ibadah haji.
Berdasarkan latar belakang yang penulis kemukakan di atas, penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut tentang perbuatan-perbuatan yang di perbolehkan dan yang harus dikerjakan pada saat berhaji maupun sesudah berhaji pada surat Al-Baqarah ayat 198—202 dengan judul “Penafsiran Surah Al-Baqarah Ayat 198—202”.
Rumusan Masalah
