Tentang Saya

BIODATA
-
Nama : Yusra Aini
-
Tempat Lahir : Sariak
-
Tanggal Lahir : 01 Desember 2005
-
Jenis Kelamin : Perempuan
-
Motto Hidup : Hidup Hanya Tentang Proses Belajar
RIWAYAT HIDUP
-
TK : TK Al-Hidayah Sariak
-
SD : SDN 02 Sariak
-
MTs : MTsS Diniyah Limo Jurai
-
MA : MAS Diniyah Limo Jurai
Abstrak
Karya Ilmiah ini disusun oleh Yusra Aini, NID/NISN 0058649024/131213060017210498, karya ilmiah ini berjudul Penafsiran Surah Ali 'Imran Ayat 78—80, di MAS Diniyah Limo Jurai, Sungaipua, 2024, berisi 70 hal.
Masalah yang penulis bahas dalam karya tulis ini adalah tentang qawa'id tafsir, qawa'id lughawiyah, dan fawaid ayat surah Ali 'Imran ayat 78—80. Batasan masalah karya ilmiah ini adalah penafsiran surah Ali 'Imran ayat 78—80 berdasarkan pandangan ahli tafsir. Adapun tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui qawa'id tafsir, qawa'id lughawiyah, dan fawaid ayat Surah Ali 'Imran ayat 78—80.
Dalam proses penelitian, penulis menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research). Jenis penelitian kepustakaan dengan mencari dan membaca buku-buku (literatur) yang berkaitan dengan permasalahan untuk meletakkan landasan teori.
Penelitian ini menggunakan metode tahlili. Langkah-langkah yang digunakan penelitian ini yaitu, dengan cara menelaah beberapa kitab tafsir yang berhubungan dengan pembahasan, diantaranya: Tafsir Al-Misbah, Tafsir An-Nur, Tafsir Al- Munir, Tafsir Al-Manar, Tafsir Al-Maraghi, Tafsir Ad- Durul Mantsur fi At-Tafsir bi Al-Maktsur, Shafwah At-Tafasir, Tafsir Bahrul Muhith, Tafsir Al-Quran Al- Azim, Aysar At-Tafasir, Taysir Karim Ar-Rahman fii At-Tafsir Al-Kalam Al- Mannan, Tafsir Jaami' Al-Bayan 'an Takwil Ayyi Al-Quran, Tafsir Al-Azhar, dan Tafsir At-Tahrir wa At-Tanwir. Selain kitab-kitab tafsir, penulis juga mengambil referensi dari jurnal dan buku yang berkaitan dengan masalah yang terdapat dalam ayat tersebut.
Hasil pembahasan yang dikemukakan dalam karya ilmiah ini, yaitu: Surah Ali 'Imran ayat 78—80 memiliki qawa'id tafsir yang menonjol yaitu qasas Al-Quran. Surah ini juga memiliki qawa'id lughawiyah menonjol yaitu balaghah, yang mana dalam ayat ini terdapat thibaq ijab dan istifham inkari. Penafsiran para mufasirin pada surah Ali 'Imran ayat 78—80 terdapat beberapa kandungan. Pertama, kelicikan dan keberanian Yahudi dalam menyelewengkan kitabnya lalu menyandarkannya kepada Allah SWT, baik secara ta'ridh dan tashrih atapun melalui perkataan dan perbuatan agar dikira itu bersumber dari Allah SWT. Kedua, pengada-ngadaan mereka tentang penyembahan rasul-Nya untuk menyesatkan manusia. Ketiga, bantahan Allah SWT terhadap semua kebohongan tersebut, bahwa suatu kemustahilan yang nyata seorang rasul yang diutus malah menyeru manusia untuk menyekutukan Allah SWT. Bantahan ini ditutup dengan lafaz تتخذوا yang bermakna keterpaksaan yang bukan bersifat lahiriyah apabila menyembah selain Allah SWT. Tidak hanya itu, Allah juga mendatangkan uslub istifham inkari dan thibaq ijab, sebagai ending yang tajam dan menusuk atas keberanian mereka berterus terang dalam berbohong terhadap Allah SWT dan rasul-Nya.
Pendahuluan
Latar Belakang Masalah
Al-Quran adalah firman Allah SWT berbahasa Arab yang diturunkan ke dalam hati Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril sebagai bukti kerasulan dan undang-undang bagi manusia. Al-Quran mengandung beberapa pokok pembahasan yang menjadi pedoman hidup manusia; memberikan pengaruh kuat terhadap orang yang mempunyai zauq 'arabiy (rasa bahasa arab). Di antara pokok pembahasan Al-Quran yaitu hukum, akidah, ibadah, akhlak, dan kisah.
Adapun kisah-kisah yang ada di dalam Al-Quran untuk menjadi teladan dan pembelajaran. Karena itu, Al-Quran seringkali menyebutkan suatu kisah atau cerita yang mengandung faedah dan pelajaran yang besar, serta sangat dibutuhkan. Di dalam Al-Quran disebutkan pula bahwa siapa saja yang keluar dari tuntunan Allah SWT, maka sungguh Allah SWT Maha Mengetahui terhadap apa saja yang diperbuat hamba-Nya lahir dan batin.
Salah satu penyakit dasar yang dimiliki manusia adalah suka berbohong. Banyak alasan untuk menghadirkan kebohongan atas segala hal yang dapat merugikan. Seseorang akan berbohong untuk melakukan pembelaan diri, terlepas masalah yang dihadapinya tadi benar atau salah. Kebohongan juga dapat dijadikan sebagai siasat atau strategi negatif untuk menjatuhkan seseorang. Bahkan, hal tersebut bisa menjadi suatu kebiasaan untuk berbohong berkali-kali meskipun pada hal yang tidak diperlukan. Perkara bohong yang paling besar dosanya adalah berkata yang mengada-ngada (berdusta) tentang Allah SWT tanpa ilmu. Sebab, kekufuran tidak akan muncul kecuali dari kedustaan. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surah An-Nahl ayat 105 yang artinya “Sesungguhnya yang mengada-ngadakan kebohongan, hanyalah orang- orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah SWT, dan mereka itulah orang-orang pendusta.”
Di antara kisah masa lalu yang dipaparkan dalam Al-Quran tentang karakter manusia ini adalah kisah kaum Yahudi yang mengada-ngada terhadap sesuatu yang bukan dari Allah SWT dan rasul-Nya. Keberanian mereka ini telah mencapai batas maksimal (menentang Allah SWT) karena berani berterus-terang dalam berbohong terhadap Allah SWT dan rasul-Nya.
Suka berbohong sudah menjadi salah satu kebiasaan buruk kaum Yahudi. Tidak heran, mereka berani mengubah kitab Taurat yang merupakan kitabnya sendiri yang telah Allah SWT turunkan kepada Nabi Musa AS. Perubahan itu telah dikemas sedemikian rupa sehingga membuat pembacanya percaya dan terpedaya, seolah-olah begitulah Allah SWT menurunkannya. Hal tersebut dilakukan hanya untuk menentang dan menjatuhkan Rasulullah SAW. Walaupun dalam hati kecilnya mereka mengetahui bahwa perbuatan tersebut sangat merusak dan melanggar kesucian agama mereka sendiri. Akan tetapi, mereka berasumsi bahwa tidak masalah berlaku curang tehadap orang yang sangat dibenci itu, mereka telah sampai hati berbuat yang lebih hebat, yaitu merusak bacaan mereka sendiri. Alasan paling mendasar mereka membenci Nabi Muhammad SAW meskipun tahu bahwa ajaran yang dia bawa memang benar adalah sifat iri dan dengki, karena Nabi yang terakhir diutus bukanlah dari bangsa Yahudi, tetapi umat Nabi Muhammad SAW yang dijadikan Allah SWT sebagai bangsa pilihan menggantikan posisi mereka.
Tidak berhenti di sana, kaum Yahudi juga memberikan tuduhan terhadap Rasulullah SAW bahwa beliau ingin disembah sebagaimana disembahnya Nabi Isa AS oleh kaum Nasrani. Padahal perintah menyembah Nabi Isa saja tidak ada dalam syariat, sekarang mereka malah membuat tuduhan demikian terhadap Rasulllah SAW. Hal tersebut merupakan sesuatu ketidakmungkinan, karena bagaimana bisa nabi yang merupakan utusan Allah SWT menyuruh seseorang untuk berbuat kekufuran?
Maka hal ini sama saja berbuat kebohongan terhadap Allah SWT dan rasul- Nya. Berbohong kepada manusia saja sudah diberikan dosa dan azab dari Allah SWT. Apalagi berbuat kebohongan yang dinisbatkan kepada Allah SWT dan rasul-Nya, niscaya akan dilipatgandakan dosanya. Kebohongan-kebohongan yang terlihat sepele akan berdampak besar terhadap orang yang mempercayainya, bahkan bisa menyelewengkan akidah.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk membahas kebohongan kaum Yahudi terhadap Allah SWT dan rasul-Nya dalam bentuk karya tulis ilmiah yang berjudul “Penafsiran Surah Ali 'Imran Ayat 78—80.”
Rumusan Masalah
