Tentang Saya

BIODATA
-
Nama : Rayhan Muhamar Rizki
-
Tempat Lahir : Bukittinggi
-
Tanggal Lahir : 10 Juni 2005
-
Jenis Kelamin: Laki-Laki
-
Motto Hidup : Teruslah bernafas
PENDIDIKAN
-
TK : TK Ibnu Syam
-
SD : SDN 13 Limo Suku
-
SMP : MTsS Diniyah Limo Jurai
-
SMA: MAS Diniyah Limo Jurai
Abstrak
Karya Ilmiah disusun oleh Rayhan Muhamar Rizki, NID/NISN 131213060017210490/0055811713, Judul: PENAFSIRAN SURAH ALI ‘IMRAN AYAT 14—17, MAS Pondok Pesantren Diniyah Limo Jurai Sungaipua, 2024, 61 hlm.
Masalah yang dibahas dalam karya ilmiah ini adalah Qawa’id Tafsir, Qawa’id Lughawiyah, dan Fawa’id ayat surah Ali-Imran ayat 14—17. Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui Qawa’id Tafsir, Qawa’id Lughawiyah, dan Fawa’id ayat surah Ali ‘Imran ayat 14—17.
Proses penelitian menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research), yaitu dengan mencari dan membaca buku-buku (literatur) yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam landasan teori. Penelitian ini menggunakan metode Tahlili. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu, dengan mengumpulkan penafsiran yang menguraikan atau membuka simpul-simpul ayat dalam Al-Quran dan menjelaskan apa yang dimaksudkan oleh Al-Quran sesuai dengan judul yang telah ditetapkan, di antara kitab tafsir yang digunakan adalah: Tafsir Jalalain, Tafsir At-Thabari, Tafsir Al-Misbah, Tafsir al-Munir, Tafsir Al-Qurthubi, Tafsir Al-Quran Al-‘Azim, Aisar At-Tafsir, Tafsir Al-Maraghi, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, dan Tafsir Fathul Qadhir.
Hasil pembahasan yang dikemukakan dalam ayat ini yaitu, Qawa’id Tafsir, terdapat di dalamnya sebab penamaan surah, keutamaan surah Ali-Imran, Makiyah Madaniah, Asbabun Nuzul, Qira’at Ayat, dan Munasabah Ayat. Qawa’id Lughawiyah, terdapat di dalamnya Mufradat Ammah, I’rab dan Balaghah. Unsur Balaghah yang terdapat di dalam Surah Al ‘Imran ayat 14—17, yaitu kata lilmubalaghah, jinash naaqish, dan istifham taqriry. Fawa’id ayat, terdapat di dalamnya makna ijmali, penafsiran surah Ali ‘Imran ayat 14—17, dan faedah ayat. Menurut penafsiran para mufassirin pada surah Ali ‘Imran ayat 14—17 terdapat beberapa kandungan. Pertama, manusia dihiasi di muka bumi ini dengan beberapa as-Syahawat, berupa perempuan, anak, harta yang banyak, kuda al-Musawwamah, binatang ternak, dan sawah ladang. Kedua al-Mumayyizin atau subjek yang menghiasi manusia dengan asy-Syahawat di dalam ayat ini adalah Allah SWT dengan kebaikannya dan setan dengan bisikan serta tipuannya, sehingga dengan bisikan serta tipuan setan tersebut dapat membuat manusia lalai dari perintah Allah SWT. Ketiga, balasan Allah bagi orang yang bertakwa, yaitu berupa surga dan rida Allah. Keempat, cara memperoleh derajat ketakwaan, yaitu mengimani Allah SWT, kitab-Nya, dan Rasul-Nya. Kemudian mengakui seluruh kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat dan memohon untuk diampuni kesalahan tersebut oleh Allah, serta memohon agar dijaga dari siksaan neraka jahanam. Kelima, kriteria orang yang bertakwa, diantaranya orang yang sabar, orang yang benar, orang yang berkunut, orang yang membelanjakan hartanya di jalan Allah SWT, dan orang yang beristighfar.
Pendahuluan
Latar Belakang Masalah
Sesungguhnya Allah memiliki banyak nama atau sifat yang indah atau yang sering kita kenal dengan sebutan asmaul husna. Asmaul husna adalah sebutan yang hanya semata untuk Allah SWT yang menunjukkan sifat-sifatnya yang terbaik yang menunjukkan pada kesempurnaan dan terhindar dari kekurangan apa pun. Di dalam Al-Quran jumlah asmaul husna Allah SWT tidak disebutkan secara tekstual, akan tetapi di dalam salah satu hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Nabi Muhammad SAW menyebutkan jumlah asmaul husna sebanyak 99 buah. Sebagaimana sabda Rasul SAW dalam hadis yang artinya: Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama, seratus kurang satu. Siapa yang menjaganya maka dia masuk surga.
Salah satu dari sekian banyak nama Allah SWT tersebut adalah al-Khaliq. Al-Quran menekankan bahwa Allah SWT adalah satu-satunya khaliq (pencipta), maka wajib bagi-Nya untuk diesakan dan menafikan segala tandingan bagi-Nya. Adapun manusia, maka dia tidak berhak disebut dengan khaliq, akan tetapi bisa menggunakan kata yang lain seperti shani’, karena kata khaliq hanya bisa disandarkan kepada Allah SWT semata. Sebagaimana firman Allah di dalam Al-Quran yang artinya: Allah pencipta segala sesuatu dan Dia Maha Pemelihara atas segala sesuatu.
Allah SWT menciptakan segala sesuatu tanpa ada yang membatasi dan mencakup segala hal. Mulai dari menciptakan malaikat, jin, manusia, darain (dunia dan akhirat), hingga kenikmatan yang terdapat di dalamnya.
Dunia bukanlah tujuan akhir dari hidup manusia. Dunia diciptakan oleh Allah SWT hanya bersifat fana dan akan binasa. Penciptaannya bertujuan untuk menguji manusia sebagai penghuninya, dengan cara memberikan berbagai macam bentuk ujian. Ujian tersebut bisa jadi berupa keburukan, seperti musibah, sakit, kehilangan pekerjaan, dan kesulitan lainnya. Selain itu, juga bisa berupa kebaikan, yang dapat menghasilkan kenikmatan bagi yang mendapatkannya, seperti istri, anak, dan harta.
Kenikmatan yang Allah SWT berikan di dunia ini, sesungguhnya hanya sekedar titipan dari Allah SWT. Akan tetapi, kebanyakan dari manusia menjadikan kenikmatan tersebut sebagai cita-cita terbesar dan puncak dari tujuan hidup mereka. Padahal, itu semua hanyalah kenikmatan yang sedikit yang akan lenyap dalam waktu yang sekejap. Sedangkan akhirat merupakan kehidupan sebenarnya bagi manusia.
Berbeda dengan dunia, akhirat diciptakan oleh Allah SWT dengan sifat abadi dan kekal. Kehidupan di akhirat tidak terlepas dari kehidupan di dunia. Karena kehidupan di akhirat tergantung kepada perbuatan manusia semasa di dunia. Jadi, barang siapa yang melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT, maka dia akan diberi pembalasan sesuai dengan yang dia kerjakan. Sebagaimana Allah berfirman di dalam Al-Quran yang artinya: Dan tinggalkanlah dosa yang tampak dan yang tersembunyi. Sesungguhnya orang yang mengerjakan dosa, kelak akan diberi pembalasan (pada hari kiamat), disebabkan apa yang mereka telah kerjakan.
Demikian pula bagi orang yang beriman, yang beramal saleh, dan yang bertakwa. Mereka akan mendapatkan kesenangan yang lebih baik daripada kesenangan di dunia, yaitu berupa kebaikan dan kenikmatan yang abadi yang belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah terdengar telinga dan tidak pernah terlintas dalam benak seorang manusia pun.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk membahas dan menguraikan bentuk-bentuk kenikmatan di dunia dan akhirat, serta siapa saja yang berhak untuk mendapatkan kenikmatan di akhirat tersebut, dalam bentuk karya ilmiah yang berjudul “Penafsiran Surah Ali ‘Imran Ayat 14—17”
Rumusan Masalah
